Stres kronis dapat meninggalkan trauma pada diri seseorang yang dapat berujung pada gangguan jiwa, jika tidak segera ditangani. Tetapi otak manusia memiliki sistem khusus yang secara alami dapat menyetel ulang otak setelah trauma dan mencegah kerusakan.
Para peneliti telah mengidentifikasi bahwa dalam otak manusia terdapat sebuah saklar trauma yang fungsinya melindungi seseorang terhadap ketakutan irasional dan tak terkendali. Sehingga otak dapat terlindung dari gangguan mental dan risiko gila yang dipicu oleh stres dan trauma.
Menurut laporan dalam jurnal Molecular Psychiatr, sel otak (neuron) amygdala yang merupakan pusat emosi otak memiliki reseptor yang disebut PAR1. Reseptor ini berfungsi untuk memprogram kembali otak setelah mengalami stres dan menentukan reaksi otak terhadap peristiwa traumatik berikutnya.
"Reseptor PAR1 ini bekerja dengan memberikan perintah kepada neuron apakah harus berhenti bekerja atau mempercepat aktivitasnya," kata profesor Robert Pawlak, pemimpin penelitian dari University of Exeter Medical School seperti dilansir health.india, Selasa (9/10/2012).
Peneliti menemukan bahwa reseptor PAR1 ini dapat menyetel ulang neuron setelah mengalami trauma akibat stres agar tidak mengalami kerusakan fatal hingga mengalami gangguan jiwa, jika kembali mengalami stres.
Hal ini dapat membantu seseorang dalam mengendalikan reaksi berlebihan terhadap pemicu ketakutan ringan yang tidak relevan, misalnya ketika seseorang menyaksikan kecelakaan di jalan dan mengembangkan rasa takut terhadap mobil.
Sebelum peristiwa traumatis, reseptor-reseptor PAR1 biasanya memberitahu neuron amygdala untuk tetap aktif dan menjaga emosi. Namun setelah trauma, reseptor PAR1 memerintahkan neuron untuk menonaktifkan fungsinya sejenak, sehingga melindungi seseorang dari rasa takut yang tak terkendali.
Para peneliti menggunakan tikus sebagai obyek penelitian, dimana reseptor PAR1 tikus dinonaktifkan secara genetik dan tikus tersebut mengembangkan ketakutan yang berlebihan dalam menanggapi rangsangan ringan sekalipun.
Tetapi jika stres terus menerus terjadi, reseptor PAR1 dapat mengalami gangguan dan mungkin tidak mampu lagi melindungi otak dari kerusakan, sehingga berujung pada gangguan jiwa. Oleh karena itu, segera atasi gejala stres sejak awal agar tidak semakin parah dan menyebabkan trauma.
(ir/ir)
Sumber: DetikHealth
Para peneliti telah mengidentifikasi bahwa dalam otak manusia terdapat sebuah saklar trauma yang fungsinya melindungi seseorang terhadap ketakutan irasional dan tak terkendali. Sehingga otak dapat terlindung dari gangguan mental dan risiko gila yang dipicu oleh stres dan trauma.
Menurut laporan dalam jurnal Molecular Psychiatr, sel otak (neuron) amygdala yang merupakan pusat emosi otak memiliki reseptor yang disebut PAR1. Reseptor ini berfungsi untuk memprogram kembali otak setelah mengalami stres dan menentukan reaksi otak terhadap peristiwa traumatik berikutnya.
"Reseptor PAR1 ini bekerja dengan memberikan perintah kepada neuron apakah harus berhenti bekerja atau mempercepat aktivitasnya," kata profesor Robert Pawlak, pemimpin penelitian dari University of Exeter Medical School seperti dilansir health.india, Selasa (9/10/2012).
Peneliti menemukan bahwa reseptor PAR1 ini dapat menyetel ulang neuron setelah mengalami trauma akibat stres agar tidak mengalami kerusakan fatal hingga mengalami gangguan jiwa, jika kembali mengalami stres.
Hal ini dapat membantu seseorang dalam mengendalikan reaksi berlebihan terhadap pemicu ketakutan ringan yang tidak relevan, misalnya ketika seseorang menyaksikan kecelakaan di jalan dan mengembangkan rasa takut terhadap mobil.
Sebelum peristiwa traumatis, reseptor-reseptor PAR1 biasanya memberitahu neuron amygdala untuk tetap aktif dan menjaga emosi. Namun setelah trauma, reseptor PAR1 memerintahkan neuron untuk menonaktifkan fungsinya sejenak, sehingga melindungi seseorang dari rasa takut yang tak terkendali.
Para peneliti menggunakan tikus sebagai obyek penelitian, dimana reseptor PAR1 tikus dinonaktifkan secara genetik dan tikus tersebut mengembangkan ketakutan yang berlebihan dalam menanggapi rangsangan ringan sekalipun.
Tetapi jika stres terus menerus terjadi, reseptor PAR1 dapat mengalami gangguan dan mungkin tidak mampu lagi melindungi otak dari kerusakan, sehingga berujung pada gangguan jiwa. Oleh karena itu, segera atasi gejala stres sejak awal agar tidak semakin parah dan menyebabkan trauma.
(ir/ir)
Sumber: DetikHealth
0 comment:
Post a Comment